Siapborgol.id Banyumas, 21 Juli 2025 - Kasus penyalahgunaan narkoba di Jawa Tengah masih menjadi ancaman serius. Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebanyak 1,30 persen penduduk Jawa Tengah—atau sekitar 195 ribu tercatat sebagai penyalahguna narkotika. Hal ini menempatkan provinsi ini di posisi ke-7 dari 38 provinsi se-Indonesia.
Menanggapi kondisi tersebut, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah terus memperkuat upaya kolaboratif dengan berbagai pihak, salah satunya dengan RRI Purwokerto dan kalangan akademisi, untuk mendorong kampanye edukatif dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Kepala BNNP Jawa Tengah, Brigjen Pol Dr. H. Agus Rohmat, S.I.K., S.H., M.Hum., menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif berbasis Pentahelix dalam penanganan masalah narkoba.
“Sinergi ini bukan hanya slogan, tapi kebutuhan nyata. Kasus di Banyumas menunjukkan bahwa daerah ini termasuk yang paling rawan, berada di peringkat ketiga tertinggi di Jawa Tengah,” ungkap Brigjen Agus saat wawancara di RRI Purwokerto, Senin (21/7/2025).
Ia menambahkan bahwa pemberdayaan masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat menjadi bagian penting dalam strategi preventif. Di sisi lain, layanan rehabilitasi gratis juga terus dibuka untuk pecandu yang datang secara sukarela.
“Jangan takut untuk direhabilitasi. Ini bukan aib, tapi jalan untuk pulih,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Kepala RRI Purwokerto, Siti Saraswulan, S.Sn., M.Sn., menyatakan bahwa lembaganya berkomitmen penuh mendukung program P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika) yang dijalankan BNN.
“RRI secara aktif membuka ruang siaran untuk kampanye anti-narkoba, baik dalam bentuk talkshow, iklan layanan masyarakat, maupun laporan jurnalistik. Ini sudah menjadi bagian dari misi kami sebagai media publik,” jelas Saraswulan.
Ia menilai bahwa membangun opini publik yang sehat dan kuat terhadap bahaya narkoba adalah kunci untuk menciptakan daya tahan sosial. “Kita tidak bisa biarkan generasi muda menghadapi ini sendirian. Media harus hadir sebagai penggerak kesadaran kolektif,” tegasnya.
Dari sisi akademisi, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr. Yusuf Saefudin, S.H., M.H., menekankan pentingnya fungsi hukum dan kesadaran masyarakat dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba.
“Hukum memiliki dua fungsi utama: sebagai kontrol sosial dan rekayasa sosial. Dalam konteks narkotika, hukum seharusnya mampu menekan peredaran gelap sekaligus mendorong terbentuknya masyarakat yang bersih narkoba secara ideal,” terangnya.
Namun ia mengakui, implementasi di lapangan masih banyak kendala. Salah satu tantangan terbesar, menurutnya, adalah rendahnya kesadaran masyarakat.
“Banyak yang masih menjadikan narkoba sebagai pelarian dari masalah hidup, padahal itu justru memperparah keadaan,” ujarnya.
Dr. Yusuf juga menyoroti efektivitas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang dianggap masih perlu diperkuat, terutama dari aspek implementasi dan revisi ke depan.
“Revisi UU saat ini sedang berjalan, salah satu tujuannya untuk memperjelas klasifikasi pengguna dan peran tim asesmen. Tapi aturan hukum saja tidak cukup. Yang terpenting adalah penegakan hukum yang adil dan partisipasi aktif masyarakat,” tegasnya.
Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Hukum UMP juga mengambil peran dalam membentuk karakter mahasiswa yang sadar hukum dan menjauhi narkoba melalui kurikulum, diskusi, dan kampanye kesadaran hukum.
“Generasi muda adalah garda terdepan. Jangan sia-siakan masa depan dengan menyentuh narkoba. Jadilah pelopor perubahan positif di masyarakat,” tutupnya.
Kolaborasi antara lembaga negara, media publik, dan institusi pendidikan seperti ini menjadi bukti nyata bahwa perang melawan narkoba tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.
Dengan pendekatan berbasis sinergi, edukasi, dan kesadaran hukum, diharapkan Jawa Tengah dapat menjadi daerah yang tangguh dan siap menuju Indonesia Bersinar 2045.
Khnza Haryati
Social Header